/** Kotak Iklan **/ .kotak_iklan {text-align: center;} .kotak_iklan img {margin: 0px 5px 5px 0px;padding: 5px;text-align: center;border: 1px solid #ddd;} .kotak_iklan img:hover {border: 1px solid #333}

Wednesday, February 2, 2011

UMAKA YANG BERDAYA PIKAT, BERDAYA JUANG DAN KONTEKSTUAL (Sebuah Analisa TOWS)

I. Pengantar: konteks UMAKA UNSOED
Keberadaan mahasiswa Katolik di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto patut kita syukuri karena mereka menjadi bagian integral dari institusi pendidikan negeri dan mendapat kesempatan mengembangkan diri dalam bidang keilmuan dan kepribadian. Mereka juga menjadi bagian integral dari gereja Katolik yang secara khusus sedang belajar menjadi kader intelektual Katolik. Kita juga bersyukur karena Unsoed memberi suatu wadah bagi mahasiswa Katolik untuk mengembangkan diri, yakni Unit Mahasiswa Katolik (UMAKA), sebagai salah satu organisasi intra universitas yang diakui secara resmi sejak 10 Juni 2001 (sebelumnya bergabung dengan mahasiswa Kristen dalam PKM/UKK)
UMAKA UNSOED merupakan sebuah paguyuban mahasiswa Katolik UNSOED yang terbentuk atas dasar kebutuhan untuk membina diri dalam dimensi keimanan, intelektualitas dan sosialitas. UMAKA mempunyai tujuan untuk membentuk kader Intelektual Katolik yang mampu berkiprah dalam menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah di lingkungan kampus, gereja dan masyarakat.

Proses pertumbuhan UMAKA tentu tetap berlangsung dalam perjuangan menatap masa depan. Oleh karena itu UMAKA perlu memiliki daya pikat, daya juang dan kontekstual di tengah kehidupan kampus, gereja dan masyarakat. Pertama, UMAKA akan semakin berdaya pikat bila seluruh keberadaan UMAKA dirasakan manfaatnya, menarik, menunjukkan kesaksian hidup yang baik (rukun, kompak, berhasil dalam studi, terlibat aktif dalam kegiatan kampus, gereja dan masyarakat, dst). Daya pikat itu dapat diukur dari banyaknya mahasiswa Katolik yang terlibat aktif dalam UMAKA, dan dari kiprahnya di universitas, gereja dan masyarakat.
Kedua, menghadapi tantangan dewasa ini (dampak globalisasi, cara hidup hedonis, hura-hura, jalan pintas, korupsi, dst), UMAKA harus memiliki daya juang yang nampak nyata dalam kuatnya motivasi, komitmen, keuletan, kerja keras, keseriusan dan rela mengerahkan segala kemampuan. Daya juang itu membuat UMAKA tidak mudah menyerah di saat menghadapi kesulitan, kreatif (mencari solusi dan terobosan), dan konsisten dengan tujuan atau kesepakatan. UMAKA juga ditantang untuk berani menjadi promotor bagi perjuangan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan
Ketiga, menghadapi tantangan ke depan, UMAKA perlu memperkuat identitasnya sebagai suatu paguyuban yang kontekstual, artinya UMAKA menyadari keberadaannya sebagai bagian dari universitas, gereja dan masyarakat dan turut terlibat dalam gerak hidup mereka kini dan di sini (hic et nunc). Itu mengandaikan adanya 1) kesadaran akan realitas kampus, gereja dan masyarakat (kegembiraan, harapan, kecemasan, masalah, tantangan), 2) keterlibatan dalam gerak hidup mereka yang aktual. Salah satu upaya kontekstualisasi yang perlu mendapat fokus perhatian adalah memahami realitas mahasiswa Katolik di UNSOED pada khususnya dan mahasiswa Katolik di Purwokerto pada umumnya. Dalam konteks aktual itulah, UMAKA selalu siap membaharui diri, mengadakan refleksi atas identitas dan visi misinya, dan meningkatkan keterlibatannya (lewat program nyata) di tengah kampus, gereja dan masyarakat.
Pertanyaannya: apakah UMAKA siap bangkit dan melangkah dengan daya pikat, daya juang dan upaya kontekstualisasinya di tengah arus jaman ini? Apakah UMAKA siap bertumbuh dalam iman kekatolikan, intelektualitas dan sosialitas dalam kerangka menghadirkan kerajaan Allah di lingkungan kampus, gereja dan masyarakat? Singkatnya: apakah realitas dinamika UMAKA saat ini sudah mengarah kepada tujuan (visi) dan misinya? Untuk itu, sebagai langkah awal perlu dilakukan suatu analisa yang tepat atas realitas aktual dan kontekstual terhadap mahasiswa Katolik Unsoed (UMAKA).

II. Analisa Tantangan, Peluang, Kelemahan dan Kekuatan UMAKA
Analisa ini sengaja dimulai dengan melihat realitas tantangan, kemudian peluang, kelemahan dan akhirnya kekuatan yang dimiliki UMAKA. Mengapa? Alasan utamanya ialah realitas UMAKA beberapa tahun ini yang terkesan “lamban bergerak” (kalau tidak mau dikatakan “stagnan”) sehingga perlu disadarkan akan tantangan yang ada di depan mata. Sebagai orang muda yang “suka mendapat tantangan”, cara ini dapat efektif mengajak UMAKA untuk “terbangun” dari kondisi yang “me-nina bobo-kan” (misalnya merasa sudah memiliki kekuatan). Realitas tantangan, baik internal maupun eksternal, perlu ditekankan dan menjadi kesadaran bersama agar UMAKA dapat bergerak untuk membenahi diri dan kiprahnya di lingkungan kampus, gereja dan masyarakat.
Tantangan:
1. Realitas globalisasi (dengan sistem kapitalisme nya) menjadi tantangan nyata yang dihadapi kaum muda pada umumnya. Kaum muda dapat menjadi sasaran empuk bagi kapitalisme global (dengan segala produknya) dan menyebabkan gaya hidup konsumeristis dan hedonistis. Kaum muda lebih senang menjadi bagian dari “generasi MTV atau Playstation” (generasi hura-hura) dari pada menjadi bagian dari generasi gereja dan bangsa (kader intelektual katolik).
2. Bencana “kekeringan spiritualitas” (seruan Paus Benedictus XVI dalam WYD di Australia, 20/7/2008) akibat modernitas yang dapat menghancurkan tiga dimensi hidup manusia (termasuk kaum muda): 1) relasi dengan diri sendiri : menyebabkan kaum muda mengalami rasa kehampaan dalam hidup, rasa takut dan frustasi sehingga lari dari kenyataan hidup dan dari dirinya sendiri. Gejalanya: penyalahgunaan narkoba, alkohol, free sex, dugem, dll. 2) relasi dengan sesama: kekeringan spiritualitas itu dapat menimbulkan sekat-sekat antar kelompok (suku, agama, ras, golongan) dan memandang yang lain sebagai “bukan kita”. Gejalanya: fundamentalisme, fanatisme, radikalisme agama dan terorisme. 3) relasi dengan alam lingkungan: manusia mengeksploitasi alam secara tak bertanggungjawab dan hanya demi kepentingan sekelompok orang (pemodal, negara besar, dll). Gejalanya: bencana alam dan bencana sosial (kemiskinan, ketidakadilan, dll).
3. Realitas keberadaan mahasiswa Katolik di Unsoed yang secara kuantitatif sedikit (minoritas) sering menimbulkan inferiority complex (rasa minder, kurang pede) dengan identitas kekatolikannya. Akibatnya: bisa menjadi eksklusif (merasa nyaman dengan kelompok seiman), atau menjadi tenggelam dalam “massa”. Padahal realitas jumlah yang sedikit dapat menjadi tantangan untuk menunjukkan KUALITAS yang unggul dalam berbagai dimensi hidup (keberimanan, intelektualitas, sosialitas). Mahasiswa Katolik (yang tergabung dalam UMAKA) dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi universitas, maupun bagi gereja dan masyarakat.
4. Isu-isu global seperti krisis energi, pemanasan global, keadilan dan perdamaian dunia, HAM, kemiskinan, ketahanan pangan, dll., dapat menjadi tantangan bagi UMAKA untuk mengkontekstualkan kehadirannya di lingkungan kampus, gereja dan masyarakat setempat. Gerakan-gerakan yang berwawasan lingkungan, gerakan justice, peace and integrity of creation (JPIC), active non violence (ANV), dialog lintas iman dan lintas budaya, dsb dapat menjadi program kerja (unggulan) dari UMAKA.
5. Problem yang semakin kompleks dalam masyarakat global menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan pendekatan multidisipliner dan pola kerja berjejaring (networking). Keahlian (spesifikasi) dalam suatu bidang dapat menjadi sumbangan dalam suatu sistem sinergi yang efektif. Umaka yang menjadi salah satu bagian dari sistem itu harus berani membangun pola pendekatan integral-komprehensif dan pola kerja berjejaring dengan semua pihak (internal dan eksternal).
Peluang:
1. Iklim keterbukaan, kebebasan, sistem demokratis yang semakin kuat di era reformasi negeri ini dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk memperkuat eksistensi dan kiprah mahasiswa Katolik di dalam dan di luar kampus. Sebagai contoh: jurnalisme warga, dialog dan kerjasama antar iman, jaringan kerja dengan lembaga pemerintah/ universitas/LSM,
2. Banyaknya sarana pemberdayaan diri (SDM) dalam berbagai dimensi (iman, intelektual, sosial, politik, ekonomi, dll) seperti Latihan Kepemimpinan UMAKA, Pengembangan Potensi Diri Mahasiswa Katolik (PPDMK Unsoed), Character Building Training (CBT) di Muntilan, Disko Imkat di margasiswa, Choice, Pendampingan Kelompok Belajar Gunung Tugel, Pendidikan Politik (dari Komisi Kepemudaan KP), Seminar dan diskusi, dll
3. Sistem kerja berbasis data dan berjejaring yang mulai dikembangkan dalam Pastoral Kemahasiswaan, Gereja Keuskupan Purwokerto, dan masyarakat menjadi peluang baik dari segi visi- misi (normatif), sumber daya manusia dan finansial. Pola pendekatan yang dipakai “bottom up” dan “multidisipliner” (integral-komprehensif). Masih banyak peluang kerjasama, penelitian, peluang funding agency, dst yang belum dimanfaatkan.
4. Trend gerakan peduli lingkungan, promosi keadilan dan perdamaian, dan dialog lintas agama-lintas budaya.
Kelemahan:
1. Kurang luasnya wawasan, skill dan pengalaman dalam diri mahasiswa Katolik dalam mengembangkan potensi diri (di berbagai dimensi). Akibatnya: komitmen untuk terlibat dan mengembangkan potensi diri menjadi sangat kecil, minimnya kader yang unggul kepemimpinan organisasi di tingkat kampus, dsb
2. Lemahnya learning attitude dalam diri mahasiswa dan kurangnya pendampingan (yang memotivasi, terlibat dan menunjukkan jalan) dari pihak internal universitas, maupun eksternal (hirarki gereja, orang tua, pemerintah, tokoh masyarakat, dll).
3. UMAKA kurang lentur (bounce), terkesan formal, kurang kreatif-inovatif dan tidak kontekstual (kurang “gaul”). Ini disebabkan oleh 1) kurangnya kepekaan menangkap masalah, kebutuhan, kecemasan dan harapan mahasiswa Katolik di Unsoed. 2) identitas UMAKA sebagai sebuah paguyuban yang dinamis dan terbuka kurang dihidupi.
4. Lemahnya koordinasi atau jejaring (internal maupun eksternal) dan pembasisan dalam tubuh UMAKA. Akibatnya Umaka menjadi kelompok eksklusif (merasa aman dengan diri sendiri), kurang terbuka, sentralistik, kurang bekerjasama dengan pihak luar dan sedikit yang terlibat (+ 10%). Tingkat keterlibatan yang sangat sedikit itu antara lain disebabkan oleh pola pembasisan (di tingkat fakultas) yang tidak berjalan dengan baik. Selama ini Umaka terlalu sentralistik, artinya pengambilan keputusan, program dan kegiatan terpusat pada pengurus UMAKA (sehingga muncul “kesan”: program UMAKA itu “dari pengurus, oleh pengurus dan untuk pengurus”). Banyak mahasiswa Katolik yang merasa kurang memiliki (sense of belonging) atau kurang menjadi bagian dari UMAKA. Padahal sebenarnya UMAKA hanya perlu menguatkan fungsi koordinatif-nya saja. Kalau pembasisan di tingkat fakultas bisa berjalan, akibat positifnya mahasiswa katolik di tingkat fakultas lebih banyak yang terjaring, kendala teknis (waktu, transportasi, dana, dll) dapat diatasi dan akhirnya UMAKA dapat menjadi wadah pengembangan diri yang efektif bagi mahasiswa Katolik di Unsoed
5. Mimimnya sarana/fasilitas dan dana. Namun kelemahan ini sebenarnya tidak menjadi alasan untuk takut “bergerak” (oleh karena itu kelemahan ini menjadi nomer terakhir). Kenyataan ini justru bisa menantang Umaka untuk kreatif dan berjuang mencari jalan keluar/terobosan yang efektif, misalnya penggalangan dana yang lebih profesional (pameran buku, bazar, lomba karya tulis, pengajuan dana peneitian, menulis di media masa, membuat koperasi/usaha produktif, dll).
Kekuatan:
1. Ada banyak mahasiswa Katolik yang mempunyai kemampuan, kemauan dan keterlibatan nyata untuk membina diri.
2. Identitas UMAKA sebagai unit kegiatan mahasiswa (internal kampus) yang bersifat informal dan kekeluargaan. Identitas UMAKA sebagai paguyuban/keluarga ini bisa menjadi kekuatan yang efektif untuk menarik (berdaya pikat) dan menjawab kebutuhan mahasiswa Katolik (nota bene : orang muda).
3. Ada pengakuan dan dukungan internal (universitas: SK, dosen pembina, dana, fasilitas) dan eksternal (Keuskupan, paroki, pastoral kemahasiswaan, pemerintah, orang tua, LSM, ormas kepemudaan dan masyarakat)
4. Sistem internal organisasi dengan segala kelengkapannya: AD/ART, GBHO, pengurus, program kerja dan sistem jaringan kerja dengan universitas/fakultas, Keuskupan (pastoral kemahasiswaan, komisi-komisi, paroki, KMKKP) dan pihak lain (pemerhati, ormas, dll).
Demikianlah analisa atas realitas mahasiswa Katolik yang tergabung dalam wadah UMAKA di Unversitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Analisa ini diharapkan dapat menjadi salah satu pijakan bagi pembinaan mahasiswa dan pengembangan UMAKA (perumusan program dan rencana strategis). Semoga UMAKA UNSOED dapat terus membaharui diri (semper reformanda) agar semakin berdaya pikat, berdaya juang dan kontekstual dalam menatap masa depan dengan penuh optimisme. Do it your best!!!

Margasiswa, 11 September 2008

No comments:

Post a Comment