/** Kotak Iklan **/ .kotak_iklan {text-align: center;} .kotak_iklan img {margin: 0px 5px 5px 0px;padding: 5px;text-align: center;border: 1px solid #ddd;} .kotak_iklan img:hover {border: 1px solid #333}

Wednesday, April 11, 2012

BILA HIDUP TERASA GERSANG

Dalam perjalanan hidup ini kadang kita mengalami situasi kegersangan (istilah rohaninya: desolasi). Gersangnya hidup bisa muncul saat kita mengalami beban hidup yang berat, kekecewaan, kepedihan mendalam, kekeringan spiritual/rohani, hidup terasa hampa atau tak berarti dan kehilangan arah. Perasaan sepi, ditinggalkan dan tidak dihargai mendera hati kita di saat kegersangan itu terjadi. Relasi dengan Tuhan dan sesama pun menjadi kering dan kehilangan maknanya. Apa yang harus kita perbuat menghadapi kegersangan hidup ini?

Pertama, kita belajar untuk jujur dan berani menerima keadaan itu sebagai kenyataan yang sedang kuhadapi. Merangkul perasaan-perasaan itu sebagai bagian hidup dan pengalaman kita. Langkah ini membantu kita meredam rasa penolakan kita terhadap kenyataan pahit itu. Pada tahap ini kita menoba bertahan, tidak lari dan mengambil keputusan sesaat.

Monday, April 2, 2012

AKU DAN SESAMAKU SEBAGAI ANUGERAH

Kita mengenal Mother Theresa dengan segala karya cinta kasihnya bagi orang miskin, kusta, terlantar di jalan-jalan kota Calcuta India. Apa yang mendorong Mother Theresa melakukan tindakan itu? Tidak lain karena dia melihat mereka itu sebagai orang yang berharga, berhak mendapatkan cinta dan perhatian yang semestinya. Tindakan Mother Theresa itu mengingatkan kita akan sabda Yesus, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Yesus mengidentikkan diri dengan mereka yang miskin, sakit, telanjang, dalam penjara, yatim piatu, terlantar, dan berdosa. Keadaan riil mereka tidak menghilangkan identitas dan keberadaan sebagai CITRA ALLAH. Mother Theresa melihat wajah Allah yang hadir dan peduli pada diri saudara-saudari kita itu. Bahkan kehadiran mereka menjadi “undangan” atau panggilan untuk menyatakan cinta yang tulus, cinta yang memanusiakan atau mengangkat kembali martabat luhur yang dianugerahkan Allah.