/** Kotak Iklan **/ .kotak_iklan {text-align: center;} .kotak_iklan img {margin: 0px 5px 5px 0px;padding: 5px;text-align: center;border: 1px solid #ddd;} .kotak_iklan img:hover {border: 1px solid #333}

Tuesday, February 1, 2011

MENEMUKAN WAJAH TUHAN DALAM DINAMIKA MAHASISWA KEUSKUPAN PURWOKERTO

Wajah dunia dewasa ini menampakkan kegembiraan dan harapan karena berbagai kemajuan di segala bidang kehidupan, sekaligus menampakkan kemuraman akibat bencana dan kemerosotan yang mengancam berbagai dimensi kehidupan manusia dan alam semesta. Salah satu bencana yang dihadapi masyarakat dunia, khususnya orang muda adalah apa yang disebut oleh Paus Benedictus XVI sebagai bencana “kekeringan spiritualitas” (Worth Youth Day di Australia 20 Juli 2008).

Itu merupakan akibat modernitas yang menghancurkan tiga dimensi kehidupan kaum muda: 1) relasi dengan diri sendiri: menyebabkan kaum muda mengalami rasa kehampaan dalam hidup, rasa takut dan frustasi sehingga lari dari kenyataan hidup dan dari dirinya sendiri. Gejalanya: penyalahgunaan narkoba, alkohol, free sex, dugem, dll. 2) relasi dengan sesama: muncul sekat-sekat antar kelompok dan memandang yang lain sebagai “bukan kami”. Gejalanya: fundamentalisme, fanatisme, radikalisme agama dan terorisme, dan 3) relasi dengan alam lingkungan: eksploitasi alam secara tak bertanggungjawab dan demi kepentingan sekelompok orang. Gejalanya: bencana alam dan bencana sosial (kemiskinan, ketidakadilan, dll).

Masalah lain yang dihadapi oleh gereja dan masyarakat (termasuk kaum muda Katolik) adalah krisis kepemimpinan. Indikasi yang paling nyata adalah minimnya kader pemimpin muda Katolik yang berkiprah di lingkungan kampus, gereja dan masyarakat. Selain itu orang muda Katolik menjadi generasi yang “gagap” dalam kepemimpinan di tengah dinamika kehidupan kampus, gereja dan masyarakat yang terus berkembang ini.

Bencana kekeringan spiritualitas dan krisis kepemimpinan itu juga dialami oleh mahasiswa Katolik di Keuskupan Purwokerto. Itulah masalah pokok atau ancaman mendasar yang mesti dihadapi dalam pergumulan hidup mahasiswa Katolik. Artinya bila masalah pokok itu teratasi, maka dampaknya akan sangat berpengaruh bagi perkembangan diri mahasiswa Katolik dalam dimensi hidup lainnya. Akar masalahnya terletak pada kurangnya pengalaman akan Allah atau relasi personal dan komunal dengan Allah. Maka, keprihatinan yang muncul adalah “bagaimana mahasiswa Katolik KP dapat menemukan wajah Tuhan dalam pergumulan hidup mereka?” Jawaban atas pertanyaan ini dapat membantu menemukan misi, visi, tujuan, nilai dan strategi dalam pendampingan mahasiswa Katolik KP. Pokok inilah yang akan disharingkan dalam tulisan ini.

Mahasiswa Katolik sebagai bagian integral dari Gereja Keuskupan Purwokerto

Keberadaan Mahasiswa Katolik sebagai bagian integral dari Gereja Keuskupan Purwokerto merupakan sebuah fakta yang tidak dapat dipungkiri. Identitas Katolik dalam ke-“mahasiswa”-an atau dalam dirinya sudah jelas menunjukkan integritas itu. Namun apakah kenyataan itu sungguh disadari oleh mahasiswa Katolik sendiri maupun oleh umat (Gereja KP) pada umumnya? Yang lebih mendasar lagi, bagaimana mewujudkan kesadaran itu dalam sikap dan tindakan nyata dari mahasiswa dan gereja KP? Konkritnya: “mana wujud nyata dari partisipasi (proses menjadi bagian dari…) mahasiswa dalam kehidupan menggereja dan sebaliknya mana wujud nyata keterlibatan gereja dalam mendampingi mahasiswa Katolik?”

Sesuai dengan KHK Kanon 813, Keuskupan Purwokerto mewujudkan perhatiannya kepada Mahasiswa Katolik dengan memberikan tenaga pastoral dan berbagai sarana (fasilitas serta dana) bagi pendampingan Mahasiswa Katolik. Dukungan dan keterlibatan umat pada umumnya dalam pendampingan Mahasiswa Katolik juga telah diberikan dalam berbagai wujudnya. Dukungan dan perhatian itu menunjukkan bahwa mahasiswa Katolik adalah bagian integral yang penting dalam Gereja KP. Oleh karena itu Gereja mengharapkan mahasiswa Katolik dapat menjadi “tokoh-tokoh yang unggul ilmu pengetahuannya, siap siaga menunaikan kewajiban yg cukup berat dalam masyarakat dan menjadi saksi iman di dunia” (GE. 10). Selain itu “mereka sendiri harus menjadi rasul-rasul pertama dan langsung bagi kaum muda dengan menjalankan sendiri kerasulan di kalangan mereka” (AA. 12). Perhatian dan harapan itu diarahkan pada visi dan gerak misi Gereja KP. Pertanyaan reflektifnya: “apakah perhatian dan dukungan itu sudah dimanfaatkan secara optimal oleh mahasiswa Katolik untuk memenuhi harapan (baca: visi-misi) Gereja KP?”

Pertanyaan reflektif itu terutama mesti dijawab oleh para mahasiswa Katolik sendiri, karena merekalah subyek utama dari karya pastoral/pendampingan ini. Sedangkan dukungan dan perhatian dari Gereja KP menjadi supporting system bagi Mahasiswa Katolik untuk membina diri sebagai bagian integral dari Gereja KP dan masyarakat pada umumnya. Setiap pribadi mahasiswa tentu memiliki gambaran ideal (visi), bagaimana mewujudkannya (misi), tujuan nyata yang hendak dicapai dan nilai-nilai yang dihidupinya. Bagaimana itu semua diintegrasikan dalam visi dan arah gerak Gereja KP? Di sinilah karya pendampingan mahasiswa Katolik dapat memainkan perannya sebagai jembatan atau lebih tepat penyinergi antara mahasiswa Katolik dan Gereja KP.

Pendampingan Mahasiswa Keuskupan Purwokerto

Pendampingan mahasiswa Katolik KP memiliki arah/visi: “Mahasiswa Katolik Keuskupan Purwokerto yang berkarakter, beriman dewasa, berintelektualitas unggul dan memiliki kepedulian sosial-budaya dalam menghadirkan Kerajaan Allah di tengah gereja dan masyarakat.” Gambaran ideal itu diupayakan dalam gerak misi: pendampingan bagi mahasiswa dalam dimensi kepribadian, kekatolikan, intelektual, kepedulian sosial-budaya dan keterlibatan dalam perjuangan keadilan, perdamaian serta keutuhan ciptaan. Sedangkan nilai-nilai yang mau dihidupi dalam seluruh gerak pendampingan itu adalah nilai integritas (keutuhan pribadi-katolik), keterlibatan (partisipasi), transformatif dan visioner.

Bagaimana mahasiswa Katolik KP dapat menghayati visi, misi dan nilai-nilai itu? Strategi yang diupayakan adalah pertama-tama mendorong mahasiswa Katolik untuk melakukan siklus proses penyadaran/pemahaman (konsientisasi), pembatinan (internalisasi), perwujudannya dalam hidup (aksi strategi), dan refleksi. Selain itu dikembangkan pula sistem pendampingan yang efektif, yakni integral-komprehensif, berkelanjutan, berbasis data dan berjejaring. Pendampingan mahasiswa dilakukan secara integral-komprehensif meliputi seluruh dimensi hidup: kepribadian, kekatolikan, intelektual, sosial, budaya, kewirausahaan, kepemimpinan, kemampuan organisasi dan soft skill lainnya. Pendampingan itu juga diupayakan dapat berkelanjutan dengan penyediaan tenaga pastoral, menciptakan sistem organisasi informal, kaderisasi, penyediaan sarana dan dana. Tak kalah pentingnya adalah pendampingan berbasis data dan penguatan jejaring yang masih terus diupayakan.

Strategi pendampingan itu kemudian dikonkritkan melalui berbagai program nyata dalam sebuah wadah pembinaan mahasiswa, yakni Keluarga Mahasiswa Katolik Keuskupan Purwokerto (KMKKP). Program pendampingan juga dilakukan dalam kerjasama dengan pihak internal Gereja KP (komisi, kelompok kategorial, paroki) maupun dengan pihak di luar KP (pastor mahasiswa keuskupan lain, perguruan tinggi, dosen, kelompok gerakan kaderisasi, LSM, ormas dan pemerintah). Sasarannya adalah seluruh mahasiswa Katolik yang berjumlah 600 an dan tersebar di berbagai elemen kampus (lebih dari 11 Perguruan Tinggi) dan Ormas PMKRI. Sebagian besar elemen mahasiswa itu melakukan kegiatannya di basis kampus masing-masing, entah dalam kelompok mahasiswa Katolik sendiri maupun kelompok Kristiani (bersama mahasiswa Kristen.

Tantangan dan Peluang

Tantangan terbesar yang dihadapi dalam pendampingan mahasiswa adalah hiruk pikuk perkembangan era globalisasi yang menawarkan informasi, produk dan gaya hidup (termasuk pola pendidikan) dengan strategi “penyeragaman” (homogenization), “pemaksaan secara halus” (hegemonization) dan “standarisasi nilai”-nya. Dampaknya, mahasiswa Katolik dapat hanyut dalam arus global itu dan mengalami krisis spiritualitas, krisis kepemimpinan, bahkan krisis identitas (kehilangan jatidiri dan arah hidup). Krisis itu dapat membuat mereka terasing dari diri, orang lain (keluarga, gereja, masyarakat) dan lingkungannya, bahkan merasa terasing dari Tuhan. Maka perlu komitmen dan strategi efektif untuk mendampingi mahasiswa Katolik menemukan identitas dan nilai-nilai spiritualitas dalam pengalaman personal dan komunalnya dengan Yesus, Sang Pemimpin Sejati. 

Terinspirasi oleh Nick Vujicic (seorang penderita cacat dari Australia), tantangan itu dapat dihadapi oleh mahasiswa Katolik dengan 3 hal, yakni memiliki cara pandang diri yang benar (lalu bersyukur atas diri), mempunyai visi yang jelas dan menempatkan Yesus dalam hidupnya (sehingga mengalami kepenuhan hidup). Tantangan lainnya adalah bagaimana membangun sebuah komunitas mahasiswa Katolik yang berdaya pikat, berdaya tahan dan kontekstual, beserta sistem pendampingannya yang efektif di tengah menjamurnya komunitas orang muda/mahasiswa (berdasarkan hoby dan bakat, bidang studi, kepedulian, ormas, dll). Yang lebih menantang lagi adalah mendorong mahasiswa Katolik untuk dapat menjadi rasul-rasul muda bersemangat “garam dan terang” di tengah berbagai komunitas itu.

Ada banyak peluang yang dapat diraih dalam pendampingan mahasiswa Katolik KP. Peluang itu antara lain mudah dan cepatnya akses informasi lewat berbagai media cetak dan elektronik untuk pengembangan kepribadian, intelektualitas, memperdalam iman Kekatolikan, dan kerasulan sosial-budaya-ekonomi-politik. Pemanfaatan media komunikasi ini perlu terus ditingkatkan untuk dapat “merebut per-hati-an” mahasiswa Katolik. Selain itu masih terbuka peluang penguatan sistem pendataan dan jejaring yang luas dengan berbagai pihak. Mahasiswa Katolik juga perlu didorong untuk mencintai KS dan tradisi gereja, mengambil peluang program pelatihan, beasiswa, dan berbagai kegiatan dalam gereja maupun di luar gereja demi perkembangan diri mereka. Dukungan dan perhatian Gereja KP (hirarki, paroki, kelompok kategorial dan keluarga kristiani) pun tetap menjadi kekuatan sekaligus peluang yang perlu terus dioptimalkan pemanfaatannya.

Akhirnya, minimnya kader Katolik dan pemimpin yang ideal di tengah masyarakat dewasa ini dapat menjadi peluang bagi mahasiswa Katolik untuk membina dirinya agar dapat menjadi pemimpin dan rasul masa depan yang unggul di tengah gereja dan masyarakat. Inilah proses pergumulan hidup mahasiswa Katolik bersama pendampingnya dalam menemukan “wajah (hati, seluruh diri) Tuhan” di tengah hiruk pikuk perkembangan jaman ini. Semoga pengalaman perjumpaan dengan Tuhan itu dapat mendorong mahasiswa Katolik mengubah ancaman menjadi peluang untuk meraih masa depan yang cerah bagi dirinya, keluarga, gereja dan masyarakat.***

No comments:

Post a Comment